YENI NOVIA
11416203174
TUGAS UAS EKONOMI MONETER
1.
Perbedaan Cost push inflation dan Demand pull inflation
dan keterangan gambar
Cost Push Inflation dan
Demand Pull Inflation merupakan jenis inflasi berdasarkan sebab
terjadinya inflasi. Yang mana cost pust inflation atau inflasi biaya
adalah inflasi yang
timbul akibat dari biaya produksi barang dan jasa. Dan juga Cost push inflation
terjadi karena kenaikan biaya produksi sehingga mengakibatkan kenaikan
penawaran dan kenaikan harga. Sedangkan Demand
Pull Inflation atau inflasi
permintaan adalah inflasi yang timbul akibat dari kenaikan
permintaan masyarakat sehingga harga semakin naik. Demand Pull Disebabkan
banyaknya jumlah penduduk sedangkan bahan pemuas kebutuhan yang bisa diproduksi
hanya sedikit, hal ini menyebabkan "kelangkaan". Biasa terjadi di
negara berkembang seperti Indonesia. Barang yang dijual menjadi lebih mahal
karena tingginya permintaan dan jika berlangsung terus menerus, terjadilah
inflasi.
Berikut akan dijelaskan mengenai Cost Push Inflation dan Demand
Pull Inflation berdasarkan kurvanya yaitu:
a.
Kurva
Cost Push Inflation
Awalnya pada harga P1 dan QFE. Kenaikan biaya
produksi (disebabkan baik karena berhasilnya tuntutan kenaikan upah oleh
serikat buruh ataupun kenaikan harga bahan baku untuk industri) akan menggeser
kurva penawaran total dari AS1 menjadi AS2. Sehingga harga naik menjadi P2 dan
produksi turun menjadi Q1. Kenaikan harga selanjutnya akan menggeser kurva AS
menjadi AS3, harga naik dan produksi turun menjadi Q2. Intinya, apabila harga
selalu mengalami kenaikan biaya, baik biaya bahan baku maka akan menyebabkan
turunnya jumlah produksi.
Proses ini akan berhenti apabila AS tidak lagi
bergeser ke atas. Proses kenaikan harga ini (yang sering dibarengi dengan
turunnya produksi) disebut dengan cost-push inflation.
Jadi inflasi ini dibarengi dengan resesi.
Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total
(agregat supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan
menaikkan harga dan turunnya produksi. Serikat buruh yang menuntut kenaikan
upah, manajer dalam pasar monopolistis yang dapat menentukan harga (yang lebih
tinggi), atau kenaikan harga bahan baku, misalnya krisis minyak adalah faktor
yang dapat menaikkan biaya produksi, atau terjadi penawaran total (aggregate
supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Jika proses ini berlangsung
terus maka timbul cost push inflation.
b.
Kurva Demand
Pull Inflation
Kenaikan atau penambahan pengeluaran total dari
C+I menjadi C’+I’ akan menyebabkan keseimbangan pada titik B berada di atas GNP
full employment (YFE). Jarak A–B atau YFE–Y1 menunjukkan besarnya inflationary
gap
Dengan menggunakan kurva permintaan dan
penawaran total proses terjadinya demand-pull inflation yaitu sebagai berikut:
Awalnya dengan harga P1 dan output Q1, kenaikan
permintaan total dari AD1 ke AD2 menyebabkan ada sebagian permintaan yang tidak
dapat dipenuhi oleh penawaran yang ada. Akibatnya, harga naik menjadi P2 dan
output naik menjadi QFE. Kenaikan AD2 selanjutnya menjadi AD3 menyebabkan harga
naik menjadi P3, sedang output tetap pada QFE. Kenaikan harga ini disebabkan
oleh adanya inflationary gap (jurang inflasi). Proses kenaikan harga ini akan
berjalan terus sepanjang permintaan total terus naik (misalnya menjadi AD4).
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan
permintaan total (agregat demand). Sedangkan produksi telah berada pada keadaan
kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Apabila
kesempatan kerja penuh (full employment) telah tercapai, penambahan permintaan
selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja (sering disebut dengan Inflasi
murni). Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada di
atas atau melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya
inflationary gap. Inflationary gap inilah yang akan menyebabkan inflasi seperti
yang dijelaskan pada kurva diatas.
Intinya perbedaan yang sangat mencolok antara Cost
Push Inflation dan Demand
Pull Inflation adalah pada aspek yang menjadi penyebab inflasi tersebut.
Yang mana Cost Push Inflation disebabkan oleh biaya. Sedangkan Demand
Pull Inflation disebabkan oleh pertumbuhan masyarakat.
2.
Implikasi dari kebijakan pemerintah untuk menambah jumlah uang yang
beredar berdasarkan teori Irving Fisher
Teori Irving Fisher (transaction approach) merupakan teori yang mendasarkan pada falsafah hukum say, bahwa
ekonomi akan selalu berada dalam keadaan full employement. Menurut Fisher,
apabila terjadi suatu transaksi antara penjual dan pembeli, maka terjadi
pertukaran antara uang dan barang/jasa, sehingga nilai dari uang yang
ditukarkan pastilah sama dengan nilai barang/jasa yang ditukarkan. Atau
dirumuskan sebagai berikut:
MV = PT
Dimana:
M adalah
jumlah uang yang beredar(penawaran uang),
V adalah
tingkat kecepatan (velocity) perputaran uang,
P adalah
harga barang/jasa, dan
T adalah
jumlah barang/jasa yang menjadi objek trnsaksi.
Dalam teori kuantitas uang ini, Irving Fisher mengasumsikan bahwa
keberadaan uang pada hakikatnya adalah flow concept. Keberadaan uang ataupun
permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga, tapi besar kecilnya uang
akan ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut. makna flow concept yaitu
bahwa uang harus beredar, tidak boleh tertimbun begitu saja. Sehingga adanya
perputaran uang dengan baik.
Menurut Irving Fisher dan Alfred Marshall bahwa semakin sedikit
kebiasaan masyarakat memegang uang, akan semakin cepat laju perederan uang dan
sebaliknya kesimpulan tersebut sesuai dengan kenyataan saat ini bahwa peredaran
uang sangat cepat karena masyarakat saat ini sangat jarang untuk uang yang
lama. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang sangat cepat membelanjakan
uangnya dengan barang atau jasa. Dengan demikian percepatan tersebut akan
semakin meningkatkan produksi barang atau jasa dalam perekonomian yang sesuai
dengan jumlah uang yang beredar, kecepatan peredaran uang juga didukung oleh
masyarakat yang banyak menyimpan uang di Bank dan mengganti uang untuk
transaksi dengan cara mengambil uang secukupnya di ATM atau cukup menunjukan kartu
ATM, Kartu Kredit, dan alat transaksi produk perbankan lainnya. Ini merupakan
salah satu bentuk peranan pemerintah, dimasa B.I memiliki wewenang atas
kebijakan bank umum.
Pada umumnya, dinegara berkembang yang mengalami defisit neraca
pembayaran, pemerintah akan mengambil kebijakan menambah uang beredar dengan
mencetak uang untuk membiayai operasional pemerintahan dan proyek–proyek
pemerintah. Pengambilan kebijakan seperti itu dimungkinkan karena uang yang
beredar saat ini tidak terlalu di back up dengan jalan emas ( tetapi seharusnya
di back up dengan sejumlah devisa yang diterima oleh negara tersebut akibat
surplus neraca pembayaran ).
Itulah beberapa contoh implikasi atau peranan pemerintah dalam uang
beredar berdasarkan teori Irving Fisher.
3.
Inflasi dapat merusak pilar perekonomian suatu negara disebabkan
karena beberapa hal diantaranya:
a.
Inflasi dapat menghambatnya pertumbuhan ekonomi suatu
negara, karena berkurangnya investasi dan berkurangnya minat menabung. Yang
mana uang telah banyak beredar dikalangan masyarakat dan masyarakat cenderung
kurang produktif karena merasa memiliki banyak uang.
b.
Meskipun uang beredar banyak namun masyarakat yang
berpenghasilan rendah tidak dapat menjangkau harga barang, karena harga barang
mengalami kenaikan.
c.
Jika terdapat kebijakan untuk mengurangi inflasi, maka akan
terjadi pengangguran, karena pemerintah berusaha untuk menekan harga.
d.
masyarakat akan cenderung untuk menyimpan barang daripada
menyimpan uang. Nilai mata uang turun, karena adanya kenaikan harga barang
e.
Menimbulkan masalah dalam keadaan di masa depan yaitu
apabila inflasi terus menerus secara berkelanjutan, maka perekonomian negara
akan semakin buruk dan jatuh
f.
Menimbulkan masalah dalam neraca pembayaran yang mana akan
berdampak pada neraca pembayaran suatu negara
g.
Menimbulkan tindakan spekulasi.
h.
Banyak proyek pembangunan yang akan macet atau terlantar
disebabkan harga yang naik, meskipun uang beredar banyak, namun jika suatu
proyek tidak akan mampu untuk mengatasinya.
i.
Inflasi dapat mengubah pendapatan masyarakat. Perubahan
dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Yang dapat perekonomian adalah
inflasi yang merugikan.
j.
Pada keadaan Inflasi, daya saing untuk barang ekspor
berkurang. Berkurangnya daya saing terjadi karena harga barang ekspor makin
mahal. Masih dapat menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami
kerugian karena daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang. Devisa yang diperoleh juga semakin kecil.
Jadi, itulah beberapa hal yang
menyebabkan bahwa inflasi dapat merusak pilar-pilar perekonomian. Perekonomian
yang baik adalah perekonomian yang stabil antara produksi dan uang yang beredar
dimasyarakat.
4.
Tujuan dari kebijakan moneter yaitu
a.
Menyelenggarakan dan mengatur peredaran uang sehingga dengan
adanya peredaran uang yang teratur dimasyarakat maka perekonomian akan stabil
dan baik. Apabila perekonomian sudah stabil dan baik, maka masyarakat pun akan
nyaman berada pada negara tersebut
b.
Menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang rupiah, baik
untuk dalam negeri maupun untuk lalu lintas pembayaran luar negeri. Kestabilan
nilai rupiah ini sangat penting untuk dijaga, terutama pihak pemerintah atau
Bank Indonesia, yang mana disitulah titik central dan memiliki wewenang atas
nilai rupiah. Nilai rupiah dipertahankan agar tidak turun. Yang akan
menyebabkan pendapatan dari lintas pembayaran luar negeri juga tidak mengalami
kemerosotan
c.
Memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas pembayaran
uang giral. Yang mana uang giral merupakan uang kertas dan logam yang
dikeluarkan bank Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah
d.
Mencegah terjadinya inflasi (kenaikan harga barang secara
umum). Apabila inflasi maupun deflasi tidak terjadi maka perekonomian akan
stabil. Perekonomian masyarakat pun akan membaik.
Adapun instrumen-instrumen dalam
kebijakan moneter untuk mencapai tujuan tersebut adalah yaitu:
a.
Politik diskonto (Politik uang ketat atau politik memainkan
suku bunga): bank menaikkan atau menurunkan suku bunga (sesuai dengan keadaan) sehingga
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi (kalau inflasi) atau ditambah (kalau
deflasi).
b.
Politik pasar terbuka yaitu bank sentral menjual obligasi
atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan
dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah
uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi
dapat lebih rendah
c.
Peningkatan cash ratio yaitu menaikkan atau menurunkan
cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat
dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang atau bertambah. Hal ini
berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar. (sesuai keadaan inflasi atau
deflasi).
Berdasarkan
tiga instrumen-instrumen kebijakan moneter diatas, yang sering dilakukan oleh
Bank Sentral jika dilihat dari data-data, berita, dan
sumber informasi lainnya adalah politik diskonto, dimana bank sentral menaikkan
atau menurunkan suku bunga (tergantung situasi) terbukti dengan banyaknya
berita dan kasus terkait kenaikan atau penurunan suku bunga. Dan politik
diskonto ini bila dilihat dari segi proses dan kebiasaan adalah hal yang mudah dilakukan
oleh bank. Bank sentral hanya perlu memerintahkan kepada bank umum tentang
kenaikan dan penurunan suku bunga, dan itupun sudah mempertimbangkan
perekonomian masyarakat disaat itu.
Dan yang jarang dilakukan
oleh bank sentral adalah politik cadangan kas, disebabkan untuk mengatur
cadangan kas bank Indonesia dan bank umum memerlukan rapat pemerintah yang mana
keputusan tidak akan bisa diambil secara cepat. Dan rata-rata kas pada
bank-bank umum dikendalikan oleh bank sentral.
5. Kronologis krisis moneter di Indonesia
Krisis pertama yang dialami Indonesia masa orde baru adalah kondisi
ekonomi yang sangat parah warisan orde lama. Sebagian besar produksi terhenti
dan laju pertumbuhan ekonomi selama periode 1962-1966 kurang dari 2% yang
mengakibatkan penurunan pendapatan per kapita .Akibatnya terjadi kegiatan
spekulatif dan pelarian modal ke luar negeri. Hal
ini memperburuk perekonomian Indonesia pada masa itu (Siregar,1987).
Krisis kedua adalah laju inflasi yang tinggi pada tahun 1970-an. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah uang yang beredar dan krisis pangan akhir tahun 1972. Laju inflasi memuncak hingga 41% tahun 1974 (Hill,1974). Selain itu terjadi devaluasi rupiah sebesar 50% pada November 1978.
Krisis kedua adalah laju inflasi yang tinggi pada tahun 1970-an. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah uang yang beredar dan krisis pangan akhir tahun 1972. Laju inflasi memuncak hingga 41% tahun 1974 (Hill,1974). Selain itu terjadi devaluasi rupiah sebesar 50% pada November 1978.
Masalah-masalah tersebut terus berlangsung hingga terjadi krisis
ekonomi yang bermula pada tahun 1997 (Tambunan,1998). Adapun penyebab krisis
ekonomi tahun 1997-1998 yaitu:
Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia tahun 1997-1998 :
a.
Stok
hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah
menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa
percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri
di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta
persyaratan hutang swasta tersebut.
Pemerintah selama ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola
hutang pemerintah (atau hutang publik lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam
batas-batas yang dapat tertangani (manageable). Akan tetapi untuk hutang yang
dibuat oleh sektor swasta Indonesia, pemerintah sama sekali tidak memiliki
mekanisme pengawasan. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang
swasta tersebut benar-benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992
sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia
berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Hal ini mirip dengan yang
terjadi di negara-negara lain di Asia yang dilanda krisis. Dalam banyak hal,
boleh dikatakan bahwa negara telah menjadi korban dari keberhasilannya sendiri.
Mengapa demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya
kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah,
memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar,
memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka. Daya tarik dari “dynamic economies’”
ini telah menyebabkan net capital inflows atau arus modal masuk (yang meliputi
hutang jangka panjang, penanaman modal asing, dan equity purchases) ke wilayah
Asia Pasifik meningkat dari US$25 milyar pada tahun 1990 menjadi lebih dari
US$110 milyar pada tahun 1996 (Greenspan 1997). Sayangnya, banyaknya modal yang
masuk tersebut tidak cukup dimanfaatkan untuk sektor-sektor yang produktif,
seperti pertanian atau industri, tetapi justru masuk ke pembiayaan konsumsi,
pasar modal, dan khusus bagi Indonesia dan Thailand, ke sektor perumahan (real
estate). Di sektor-sektor ini memang terjadi ledakan (boom) karena sebagian
dipengaruhi oleh arus modal masuk tadi, tetapi sebaliknya kinerja ekspor yang
selama ini menjadi andalan ekonominasional justru mengalami perlambatan, akibat
apresiasi nilai tukar yang terjadi, antara lain, karena derasnya arus modal yang
masuk itu. Selain itu, hutang swasta tersebut banyak yang tidak dilandasi oleh
kelayakan ekonomi, tetapi lebih mengandalkan koneksi politik, dan seakan
didukung oleh persepsi bahwa negara akan ikut menanggung biaya apabila kelak
terjadi kegagalan. Lembaga keuangan membuat pinjaman atas dasar perhitungan
aset yang telah “digelembungkan” yang pada gilirannya mendorong lagi terjadinya
apresiasi lebih lanjut (Kelly and Olds 1999). Ini adalah akibat dari sistem
yang sering disebut sebagai “crony capitalism”. Moral hazard dan
penggelembungan aset tersebut, seperti dijelaskan oleh Krugman (1998), adalah
suatu strategi “kalau untung aku yang ambil, kalau rugi bukan aku yang tanggung
(heads I win tails somebody else loses)”. Di tengah pusaran (virtous circle)
yang semakin hari makin membesar ini, lembaga keuangan meminjam US dollar,
tetapi menyalurkan pinjamannya dalam kurs lokal (Radelet and Sachs 1998). Yang
ikut memperburuk keadaan adalah batas waktu pinjaman (maturity) hutang swasta
tersebut rata-rata makin pendek. Pada saat krisis terjadi, rata-rata batas
waktu pinjaman sektor swasta adalah 18 bulan, dan menjelang Desember 1997
jumlah hutang yang harus dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun adalah
sebesar US$20,7 milyar (World Bank 1998).
b.
Banyaknya
kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik
perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah
perbankan dalam negeri. Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada
pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerinth
tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan.Yang lebih parah, hampir tidak ada
penegakan hukum terhadap bank-bank yang melanggar ketentuan, khususnya dalam
kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri, konsentrasi pinjaman pada pihak
tertentu, dan pelanggaran kriteria layak kredit. Pada waktu yang bersamaan
banyak sekali bank yang sesunguhnya tidak bermodal cukup (undercapitalized)
atau kekurangan modal, tetapi tetap dibiarkan beroperasi. Semua ini berarti,
ketika nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem perbankan tidak mampu
menempatkan dirinya sebagai “peredam kerusakan”, tetapi justru menjadi korban
langsung akibat neracanya yang tidak sehat.
c.
Sejalan
dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang
pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula. Hill (1999) menulis bahwa banyaknya pihak
yang memiliki vested interest dengan intrik-intrik politiknya yang menyebar ke
mana-mana telah menghambat atau menghalangi gerak pemerintah, untuk mengambil
tindakan tegas di tengah krisis.Jauh
sebelum krisis terjadi, investor asing dan pelaku bisnis yang bergerak di
Indonesia selalu mengeluhkan kurangnya transparansi, dan lemahnya perlindungan
maupun kepastian hukum. Persoalan ini sering dikaitkan dengan tingginya “biaya
siluman” yang harus dikeluarkan bila orang melakukan kegiatan bisnis di sini.
Anehnya, selama Indonesia menikmati economic boom persepsi negatif tersebut
tidak terlalu menghambat ekonomi Indonesia.Akan
tetapi begitu krisis menghantam, maka segala kelemahan itu muncul menjadi
penghalang bagi pemerintah untuk mampu mengendalikan krisis. Masalah ini
pulalah yang mengurangi kemampuan kelembagaan pemerintah untuk bertindak cepat,
adil, dan efektif. Akhirnya semua itu berkembang menjadi “krisis kepercayaan”
yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah ekonomi yang
dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang dibawa lari
ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.
d.
Perkembangan
situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada
gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri. Faktor ini merupakan
hal yang paling sulit diatasi. Kegagalan dalam mengembalikan stabilitas
sosial-politik telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum
pemulihan secara mantap dan berkesinambungan. Meskipun persoalan perbankan dan
hutang swasta menjadi penyebab dari krisis ekonomi, namun, kedua faktor yang
disebut terakhir di atas adalah penyebab lambatnya pemulihan krisis di
Indonesia. Pemulihan ekonomi musykil, bahkan tidak mungkin dicapai, tanpa
pulihnya kepercayaan pasar, dan kepercayaan pasar tidak mungkin pulih tanpa
stabilitas politik dan adanya permerintahan yang terpercaya (credible).
Salah satu kelemahan Indonesia saat terjadinya krisis 1997/1998
adalah tidak adanya transparansi pengelolaan keuangan. Kala itu, tidak ada yang
mengetahui berapa besaran utang pemerintah maupun swasta. Demikianlah yang
diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo kepada wartawan
di kantornya, Jakarta, Jumat (6/9/2013)
“Di tahun 97/98 itu belum ada Undang-Undang (UU) keuangan negara dan UU perbendaharaan negara, ditahun 97/98 itu kita nggak tahu besarannya utang swasta. Itu kita nggak tahu utang pemerintah itu sebetulnya berapa,” ungkap Agus. Saat utang tidak diketahui, tentunya berbahaya buat perekonomian. Sebab ketika utang jatuh tempo di waktu yang sama, maka dimungkinkan mengganggu ketersediaan dolar didalam negeri. Sehingga berujung pada pelemahan rupiah. Berbeda dengan sekarang, Agus menyatakan kondisi utang swasta dan pemerintah yang transparan. Ini dapat membentu kepercayaan pasar terkait bagaimana pengelolaan keuangan di Indonesia. “Sekarang itu semuanya ada, utangnya pemerintah pusat berapa, utangnya pemda berapa, utangnya BUMN berapa, majority profile-nya seperti apa, currency-nya seperti apa kita tahu. Jadi yang ingin saya sampaikan ini adalah masalah kepercayaan,” pungkasnya.
“Di tahun 97/98 itu belum ada Undang-Undang (UU) keuangan negara dan UU perbendaharaan negara, ditahun 97/98 itu kita nggak tahu besarannya utang swasta. Itu kita nggak tahu utang pemerintah itu sebetulnya berapa,” ungkap Agus. Saat utang tidak diketahui, tentunya berbahaya buat perekonomian. Sebab ketika utang jatuh tempo di waktu yang sama, maka dimungkinkan mengganggu ketersediaan dolar didalam negeri. Sehingga berujung pada pelemahan rupiah. Berbeda dengan sekarang, Agus menyatakan kondisi utang swasta dan pemerintah yang transparan. Ini dapat membentu kepercayaan pasar terkait bagaimana pengelolaan keuangan di Indonesia. “Sekarang itu semuanya ada, utangnya pemerintah pusat berapa, utangnya pemda berapa, utangnya BUMN berapa, majority profile-nya seperti apa, currency-nya seperti apa kita tahu. Jadi yang ingin saya sampaikan ini adalah masalah kepercayaan,” pungkasnya.
Adapun contoh
dampak krisis terhadap sosial masyarakat, salah satunya meningkatnya angka
pengangguran. “Jutaan penduduk telah
kehilangan pekerjaan pada awal berlangsungnya krisis ekonomi. Antara bulan Agustus 1997 hingga Agustus
1998, jumlah penganggur yang kehilangan pekerjaan akibat krisis (pemutusan
hubungan kerja/PHK, usaha terhenti atau masalah lain yang berhubungan dengan
krisis), yaitu sebanyak 4,2 juta orang (BPS, Sakernas 1998). Tetapi data yang
tercatat di Depnaker pada tahun 1998 adalah 7,3 juta. ILO dan UNDP (1998)
memperkirakan terdapat sebanyak 5,41 juta penganggur karena dampak krisis,
mencakup korban PHK dan penganggur lain yang tidak bisa bekerja lagi karena
usaha atau tempat kerjanya terkena imbas krisis”. (Romdiati, Haning.2000)
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah krisis ekonomi pada
waktu itu adalah sebagai
berikut:
a. Pemerintah menyusun strategi dengan mengeluarkan beberapa
kebijakan untuk permasalahan yang kiranya harus segera mendapat penanganan agar
tidak menimbulkan dampak yang seamakin parah. Kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah terutama adalah penyelesaian masalah inflasi dan pengangguran guna
menstabilkan keadaan perekonomian negara. “Sebagai
konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus1997
terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollarAS,
dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistim managed floating yang
dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978”.( Tarmidi. Lepi.T.1998)
b. Untuk mengatasi inflasi tersebut, kebijakaan pemerintah
yang utama dilakukan saat itu adalah menstabilkaan perekonomian dengan
memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya terhadap dolar
Amerika.
(Kartasasmita,
Ginandjar.1998. dan Adwin S.Atmadjaya dalam jurnal akuntansi dan keuangan tahun
1999.)
c. Selain kebijakan memperkuat nilai tukar rupiah, untuk
menekan laju inflasi pemerintah memanfatkan suku bunga dengan harapan jumlah
uang yang beredar di masyarakat bisa segera dikendalian. “Tight money policy yang
dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi,
pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi money suplly”. (
Adwin S. Atmadja.1999 )
d. Adapun setelah tahun 1998 pemerintah mengambil kebijakan
moneter yang diarahkan padapenciptaan
stabilitas harga dengan target base money (inflation targeting lite). (Prijambodho,
Bambang.2006)
e.
Sedangkan untuk
mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh krisis di bidang sosial masyarakat khususnya
penganguran, pemerintah memberikan perhatian yang tidak sedikit. Hal ini
dikarenakan dampak dari banyaknya pengangguran dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi Indonesia hingga beberapa tahun kedepan.“untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok
pendudukberpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi
programpenyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan
tingkat pelayananpendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta
penanganan pengangguran dalam upaya mempertahankan daya beli kelompok
masyarakat berpendapatan rendah”(Kartasasmita,Ginandjar.1998)
f.
Banyak cara
yang dilakukan pemerintah untuk merespon adanya pengangguran tersebut. “Kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang pekerjaan
sebelumnya bagi penganggur korban krisis telah direspons dengan berbagai cara,
baik oleh individu penganggur maupun masyarakat. Upaya-upaya yang dilakukan
pada umumnya mengarah pada pemanfaatan potensi wilayah dan akses peluang kerja
yang ada di sekitar lokasi kajian, tetapi strategi yang dilakukan tampak jelas
berbeda antara penganggur berpendidikan tinggi dan yang kurang berpendidikan”.(
Romdiati, Haning.2000 )
6.
Fungsi mata
uang
Uang selain sebagai alat
pembayaran yang sah, uang juga memiliki fungsi sebagai satuan hitung (unit of
account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang
diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat
penunjuk harga). Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta)
karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini
menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya,
maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa
di masa mendatang. Selain hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang
disebut sebagai fungsi turunan. Fungsi turunan
itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang,
sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk
meningkatkan status sosial. Dan
terakhir uang adalah Sebagai
alat penimbun kekayaan mengapa
hal ini bisa menjadi salah satu fungsi asli uang. Ketika kita berbicara tentang
uang pasti hal tersebut berhubungan dengan kekayaan, orang yang memiliki banyak
uang mereka disebut dengan orang kaya, sedangkan di sisi lain orang yang tidak
memiliki uang dianggap kurang mampu atau miskin. Banyak individu aatau
perusahaan yang berlomba-lomba untuk mendapatkan uang banyak dari usahanya yang
bisa kita sebut dengan laba melimpah. Bagi individu mereka menyimpan uang
penghasilan mereka dengan dua cara yakni cara non formal dan formal, non formal
mereka menyimpan dan menimbun hartanya di rumah sedangkan untuk formal mereka
menyimpannya di Bank. Sedangkan untuk perusahaan mereka lebih sering menimbun
uang melalui simpanan di Bank atau berupa saham yang dipinjamkan kepada pihak
lain.
Mata uang Euro hanya berlaku Ekonomi
Eropa saja karena beberapa hal yaitu:
a. Eropa, Contoh Kemajuan Sebuah Benua
Ditinjau dari sejarahnya, Benua Eropa dapat
dikatakan sebagai benua yang paling maju dalam berbagai segi kehidupan. Betapa
tidak, mengingat para pelaut berkebangsaan Eropa, terutama Portugis dan
Spanyol, merintis penjelajahan dan ekspedisi ke wilayah bagian dunia yang lain
pada abad ke-15. Pantas rasanya jika rakyat Eropa berbangga hati
atas pencapaian-pencapaian di masa lampau tersebut. Pencapaian-pencapaian
tersebut jelas mengindikasikan betapa maju dan hebatnya orang-orang Eropa, baik
dari segi peradaban, ide/gagasan, sampai berbagai macam ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sehingga tidak salah jika beberapa negara yang tergabung dalam
benua Eropa membuat mata tersendiri untuk organisasinya.
b. Kemajuan ekonomi di Eropa sangat pesat adanya dalam
kurang lebih setengah abad terakhir ini. Menjadikan Eropa sebagai salah satu
kekuatan dunia yang mampu dan layak mengimbangi hegemoni unipolar AS yang
terbentuk pada masa pasca Perang Dingin. Apalagi sejak negara-negara di benua
tersebut sepakat membentuk kerjasama diantara mereka yang dinamakan dengan Uni
Eropa. Dan tidak heran jika mereka mampu menciptakan mata tersendiri bagi
benuanya.
c. Uni Eropa tersebut adalah untuk memudahkan kerjasama ekonomi dan peningkatan kemakmuran bagi para
anggotanya. Uni Eropa telah banyak berkembang sejak awal berdirinya, mulai
dengan menciptakan pasar bersama antara negara-negara Eropa, sampai akhirnya
berujung pada penyatuan mata uang bersama (single currency) sebagai suatu
langkah dalam mewujudkan integrasi ekonomi di Eropa. Lewat pertemuan komisi
Eropa di Brussel pada tanggal 26 Maret 1998, terciptalah sebuah
kesepakatan mengenai mata uang bersama, Euro, yang disahkan pada KTT Uni Eropa
pada 2 Mei di tahun yang sama. Dalam KTT tersebut, Economic & Monetary Union (EMU)
selaku badan yang bertanggung jawab atas penyatuan moneter di Eropa menyatakan
bahwa Euro mulai diberlakukan sejak 1 Januari 1999.
Akan tetapi rupanya tidak semua negara Uni
Eropa yang menyatakan setuju terhadap penyatuan mata uang ini. Negara tersebut adalah Inggris, Swedia, dan Finlandia yang secara tegas dan
terang-terangan menolak Euro, walaupun sebenarnya ketiga negara itu memenuhi
syarat sebagai negara pengadopsi mata uang tersebut. Adapun syarat sebuah
negara untuk mengadopsi mata uang Euro antara lain: suku bunga tidak lebih
tinggi 2% dari tiga negara terbaik dan inflasi yang tidak boleh lebih tinggi
1,5% dari tiga negara terbaik. Penolakan tiga negara yang secara ekonomi sudah
maju tersebut tidak dinyana lagi menimbulkan berbagai pertanyaan. Alasan utama
mereka sebenarnya terletak pada alasan voluntaristik, di mana mereka tidak mau
melepas mata uang asli yang telah mereka gunakan sejak dulu. Namun diantara
ketiga negara itu, Inggris dapat dikatakan sebagai negara yang paling
berpolemik kondisi domestiknya dalam menyatakan persetujuan atas Euro. Identitas dan kekuatan budaya aslila
yang menjadi penyebab Inggris, Swedia, dan Finladia tidak memakai Euro, namun
mereka menyetujui Euro sebagai mata uang Eropa secara global.
Sebab Dolar dijadikan mata uang
global karena beberapa sebab sebagai berikut:
a. sejarah
membawa dollar menjadi mata uang internasional.
Dimulai dari perjanjian Bretton
Woods setelah Perang Dunia 2 yang efeknya masih terasa hingga sekarang perjanjian
untuk menggunakan emas sebagai standar global nilai mata uang. Pada saat itu
keadaan ekonomi negara-negara dunia, kecuali Amerika Serikat, hancur karena
perang. Ini menyebabkan mereka bergantung pada pinjaman yang diberikan oleh
Amerika. Pinjaman ini diberikan dalam bentuk Dollar Amerika. Sebagai jaminan,
Amerika menerima emas yang dimiliki negara-negara ini. Hasilnya, Amerika
otomatis menguasai seluruh emas di dunia dan jadinya hanya Dollar Amerika yang
nilainya disokong oleh emas. Secara praktis, ini berarti Dollar Amerika telah
menggantikan emas sebagai sumber likuiditas perekonomian dunia dan menjadi
basis sistem keuangan dunia. Implikasinya, setiap negara membangun cadangan
devisa dalam bentuk Dollar Amerika cadangan Dollar diperlukan agar mata uang
negara yang bersangkutan dapat ditukarkan dengan Dollar atau emas. Pada saat
ini lah mata uang Amerika itu menjadi mata uang internasional.
b. Resiko
menjadi mata uang internasional
Tidak selalu menjadi mata uang
internasional itu memberikan efek positif pada negara yang memiliki mata uang
itu, dalam hal ini negara Amerika dengan Dollarnya. Banyak efek negatif yang
dapat melanda Amerika saat mata uangnya menjadi mata uang internasional.
Beberapa efek negatif menjadi mata uang internasional antara lain:
1) Negara itu harus me-maintain trust,
yang menyebabkan negara itu memiliki tugas yang berat untuk dunia.
2) Apabila negara pemilik mata uang
internasional tidak dapat me-maintain trust, maka dapat menyebabkan mata uang
itu drop secara tiba-tiba
3) Akan lebih sulit dalam mengontrol
likuiditasnya
c. Tidak semua
mata uang yang kuat dapat menjadi mata uang internasional
Untuk menjadi mata uang
internasional dibutuhkan pemilik yang kuat, dalam hal ini negara yang kuat.
Menjadi mata uang yang kuat bukan berarti mampu untuk menjadi mata uang
internasional. Ini disebabkan karena negara yang memiliki mata uang itu belum
tentu memiliki kestabilan ekonomi dan politik yang baik. Padahal untuk menjadi
mata uang internasional, dibutuhkan negara dengan keadaan ekonomi maupun
politik yang stabil, karena sebagai mata uang internasional dibutuhkan
kepercayaan dari dunia agar dunia menggunakannya.
Sebagai contohnya mata uang dari
negara Iraq, yaitu Dinar. Walaupun saat ini Dinar sebagai salah satu mata uang
yang terkuat, namun keadaan Iraq tidak stabil, karena perang, konflik dalam
negeri, maupun perekonomiannya. Hal ini menyebabkan dunia tidak ingin
mempercayakan mata uangnya kepada Dinar Iraq sebab walaupun mata uang itu
terkuat, namun belum tentu dalam jangka panjang akan stabil. Tidak stabil bisa
terjadi karena perang yang makin menjadi-jadi atau konflik dalam negeri yang
pada akhirnya dapat menyebabkan negara itu jatuh miskin lalu mata uangnya turun
menjadi mata uang terlemah. Padahal menukarkan mata uang lalu menyimpannya
adalah kegiatan jangka panjang, sehingga dibutuhkan kepercayaan yang besar dari
dunia. Inilah sebab Dollar Amerika menjadi mata uang yang dipercayai dunia
karena kondisi negaranya yang dapat diprediksi akan stabil dalam jangka
panjang.
d.
Jika
kita melihat kurs mata uang, entah di internet, surat kabar atau di manapun,
bisa kita lihat hampir semua mata uang di-versus-kan ke mata uang dollar
Amerika Serikat. Dan pengalaman beberapa orang. Ketika seseorang mau membeli
barang milik orang Thailand. Dalam tawar menawar, orang Thailand
mengkonversikan harganya ke mata uang US Dollar. Dia tidak mau menerima rupaih.
Dia lebih percaya dollar.
Perbedaan dasar berlaku mata uang Dollar untuk Internasional dengan
mata Uang Euro yang hanya untuk beberapa negara Eropa yaitu:
a.
Mata
uang Dollar yang memang sudah sejak lama banyak digunakan untuk transaksi
antarnegara. Sedangkan Euro merupakan mata uang termuda yang bisa melingkup
beberapa negara, itu negara yang berada pada benua Eropa itu sendiri.
b.
Untuk
menjadi mata uang Internasioanal dibutuhkan negara yang kuat seperti AS, bukan
berarti negara-negara Eropa tidak kuat, hanya saja kemajuan itu terlebih dulu
di pegang oleh AS
c.
Masyarakat
dunia terlebih dahulu telah memberikan kepercayaan kepada Dollar dibandingkan
Euro sebagai mata uang dunia
d.
Beberapa
negara yang termasuk dalam benua Eropa tidak tergabung dengan mata uang Euro,
bagaimana mungkin untuk menjadi mata uang dunia. Tapi, tidak tertutup
kemungkinan untuk hal kedepannya.
e.
Satuan
nilai mata uang antara Dollar dan Euro tidaklah sama.
f.
Di
Forex Trading, Euro diperdagangkan terhadap dolar AS (EUR/USD) dan menjadi pasangan mata
uang paling populer dan merupakan pairs dengan spread
terendah. Selain itu dolar AS (USD) merupakan mata uang global paling
aktif diperdagangkan, sedangkan volume Euro (EUR) merupakan setengah dari
volume USD, sehingga pair ini memiliki pergerakan sangat aktif setiap waktunya.
g.
Meskipun
euro telah mampu perkasa dan memiliki kekuatan lebih dari mata uang lainnya sebelum
krisis yang terjadi pada 2008, namun sebenarnya ada rahasia kelemahan dari mata
uang ini. Para negara anggota yang tidak mempunyai ekonomi kuat dan memaksakan
diri untuk bergabung dengan Uni Eropa ibarat seperti bom waktu yang
meninggalkan goresan berupa krisis utang yang membebani negara lain.
Negara-negara lain harus membayar subsidi yang nantinya akan berguna memberikan
talangan kepada negara yang bermasalah utang tentu menjadi ketidakadilan bagi
para anggotanya
h.
Sebelum
dikenalkan ke publik, para anggota Uni Eropa pernah berharap banyak jika Euro
mampu menggantikan dolar As sebagai mata uang utama global. Namun harapan
tersebut seperti masih jauh dari kenyataan, mengingat organisasi dengan
kekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut mengalami kemunduran dan
ketidakpastian, dipicu dari krisis hutang hingga ketidakpuasan dari
negara-negara dengan ekonomi kuat
i.
Walaupun
terlihat sempurna, namun kebijakan bank sentral terkadang tidak seimbang dan
cocok digunakan di beberapa negara anggota. Sudah banyak yang negara anggota
yang berpikir untuk keluar dari Uni Eropa. Pada beberapa waktu lalu (Juni
2016), Inggris telah resmi menyatakan keluar dari Uni Eropa (Brexit).
Referendum tersebut diadakan karena Inggris menganggap tidak mempunyai hak
suara di Uni Eropa sejak tahun 1975. Selain itu tingkat imigrasi yang tinggi
dan menyerahkan Inggris untuk mengontrol perkembangan usahanya sendiri dalam
segala aspek menjadi salah satu faktor utama bagi Inggris untuk keluar dari Uni
Eropa.
Itulah beberapa alasan, hingga saat ini Euro belum bisa dijadikan
mata uang global. Dan dilihat dari perekonomian suatu negara dengan negara
lainnya yang tidak sama. Hingga sekarang ini Dollar masih tetap menjadi mata
Uang Global atau Internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar