Senin, 12 Juni 2017

Ekonomi Moneter



YENI NOVIA
11416203174
TUGAS UAS EKONOMI MONETER
1.      Perbedaan Cost push inflation dan Demand pull inflation dan keterangan gambar
Cost Push Inflation dan Demand Pull Inflation merupakan jenis inflasi berdasarkan sebab terjadinya inflasi. Yang mana cost pust inflation atau inflasi biaya adalah inflasi yang timbul akibat dari biaya produksi barang dan jasa. Dan juga Cost push inflation terjadi karena kenaikan biaya produksi sehingga mengakibatkan kenaikan penawaran dan kenaikan harga. Sedangkan Demand Pull Inflation atau inflasi permintaan adalah inflasi yang timbul akibat dari kenaikan permintaan masyarakat sehingga harga semakin naik. Demand Pull Disebabkan banyaknya jumlah penduduk sedangkan bahan pemuas kebutuhan yang bisa diproduksi hanya sedikit, hal ini menyebabkan "kelangkaan". Biasa terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Barang yang dijual menjadi lebih mahal karena tingginya permintaan dan jika berlangsung terus menerus, terjadilah inflasi.

Berikut akan dijelaskan mengenai Cost Push Inflation dan Demand Pull Inflation berdasarkan kurvanya yaitu:
a.       Kurva Cost Push Inflation
Awalnya pada harga P1 dan QFE. Kenaikan biaya produksi (disebabkan baik karena berhasilnya tuntutan kenaikan upah oleh serikat buruh ataupun kenaikan harga bahan baku untuk industri) akan menggeser kurva penawaran total dari AS1 menjadi AS2. Sehingga harga naik menjadi P2 dan produksi turun menjadi Q1. Kenaikan harga selanjutnya akan menggeser kurva AS menjadi AS3, harga naik dan produksi turun menjadi Q2. Intinya, apabila harga selalu mengalami kenaikan biaya, baik biaya bahan baku maka akan menyebabkan turunnya jumlah produksi.
Proses ini akan berhenti apabila AS tidak lagi bergeser ke atas. Proses kenaikan harga ini (yang sering dibarengi dengan turunnya produksi) disebut dengan cost-push inflation.
Jadi inflasi ini dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregat supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan menaikkan harga dan turunnya produksi. Serikat buruh yang menuntut kenaikan upah, manajer dalam pasar monopolistis yang dapat menentukan harga (yang lebih tinggi), atau kenaikan harga bahan baku, misalnya krisis minyak adalah faktor yang dapat menaikkan biaya produksi, atau terjadi penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Jika proses ini berlangsung terus maka timbul cost push inflation.

b.      Kurva Demand Pull Inflation
Kenaikan atau penambahan pengeluaran total dari C+I menjadi C’+I’ akan menyebabkan keseimbangan pada titik B berada di atas GNP full employment (YFE). Jarak A–B atau YFE–Y1 menunjukkan besarnya inflationary gap
Dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran total proses terjadinya demand-pull inflation yaitu sebagai berikut:
Awalnya dengan harga P1 dan output Q1, kenaikan permintaan total dari AD1 ke AD2 menyebabkan ada sebagian permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penawaran yang ada. Akibatnya, harga naik menjadi P2 dan output naik menjadi QFE. Kenaikan AD2 selanjutnya menjadi AD3 menyebabkan harga naik menjadi P3, sedang output tetap pada QFE. Kenaikan harga ini disebabkan oleh adanya inflationary gap (jurang inflasi). Proses kenaikan harga ini akan berjalan terus sepanjang permintaan total terus naik (misalnya menjadi AD4).
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregat demand). Sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Apabila kesempatan kerja penuh (full employment) telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja (sering disebut dengan Inflasi murni). Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada di atas atau melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya inflationary gap. Inflationary gap inilah yang akan menyebabkan inflasi seperti yang dijelaskan pada kurva diatas.
Intinya perbedaan yang sangat mencolok  antara Cost Push Inflation dan Demand Pull Inflation adalah pada aspek yang menjadi penyebab inflasi tersebut. Yang mana Cost Push Inflation disebabkan oleh biaya. Sedangkan Demand Pull Inflation disebabkan oleh pertumbuhan masyarakat.

2.      Implikasi dari kebijakan pemerintah untuk menambah jumlah uang yang beredar berdasarkan teori Irving Fisher
Teori Irving Fisher (transaction approach) merupakan teori yang mendasarkan pada falsafah hukum say, bahwa ekonomi akan selalu berada dalam keadaan full employement. Menurut Fisher, apabila terjadi suatu transaksi antara penjual dan pembeli, maka terjadi pertukaran antara uang dan barang/jasa, sehingga nilai dari uang yang ditukarkan pastilah sama dengan nilai barang/jasa yang ditukarkan. Atau dirumuskan sebagai berikut:
MV = PT
Dimana:  
M adalah jumlah uang yang beredar(penawaran uang),
V adalah tingkat kecepatan (velocity) perputaran uang,
P adalah harga barang/jasa, dan
T adalah jumlah barang/jasa yang menjadi objek trnsaksi.

Dalam teori kuantitas uang ini, Irving Fisher mengasumsikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah flow concept. Keberadaan uang ataupun permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga, tapi besar kecilnya uang akan ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut. makna flow concept yaitu bahwa uang harus beredar, tidak boleh tertimbun begitu saja. Sehingga adanya perputaran uang dengan baik.
Menurut Irving Fisher dan Alfred Marshall bahwa semakin sedikit kebiasaan masyarakat memegang uang, akan semakin cepat laju perederan uang dan sebaliknya kesimpulan tersebut sesuai dengan kenyataan saat ini bahwa peredaran uang sangat cepat karena masyarakat saat ini sangat jarang untuk uang yang lama. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang sangat cepat membelanjakan uangnya dengan barang atau jasa. Dengan demikian percepatan tersebut akan semakin meningkatkan produksi barang atau jasa dalam perekonomian yang sesuai dengan jumlah uang yang beredar, kecepatan peredaran uang juga didukung oleh masyarakat yang banyak menyimpan uang di Bank dan mengganti uang untuk transaksi dengan cara mengambil uang secukupnya di ATM atau cukup menunjukan kartu ATM, Kartu Kredit, dan alat transaksi produk perbankan lainnya. Ini merupakan salah satu bentuk peranan pemerintah, dimasa B.I memiliki wewenang atas kebijakan bank umum.
Pada umumnya, dinegara berkembang yang mengalami defisit neraca pembayaran, pemerintah akan mengambil kebijakan menambah uang beredar dengan mencetak uang untuk membiayai operasional pemerintahan dan proyek–proyek pemerintah. Pengambilan kebijakan seperti itu dimungkinkan karena uang yang beredar saat ini tidak terlalu di back up dengan jalan emas ( tetapi seharusnya di back up dengan sejumlah devisa yang diterima oleh negara tersebut akibat surplus neraca pembayaran ).
Itulah beberapa contoh implikasi atau peranan pemerintah dalam uang beredar berdasarkan teori Irving Fisher.

3.      Inflasi dapat merusak pilar perekonomian suatu negara disebabkan karena beberapa hal diantaranya:
a.    Inflasi dapat menghambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara, karena berkurangnya investasi dan berkurangnya minat menabung. Yang mana uang telah banyak beredar dikalangan masyarakat dan masyarakat cenderung kurang produktif karena merasa memiliki banyak uang.
b.    Meskipun uang beredar banyak namun masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak dapat menjangkau harga barang, karena harga barang mengalami kenaikan.
c.    Jika terdapat kebijakan untuk mengurangi inflasi, maka akan terjadi pengangguran, karena pemerintah berusaha untuk menekan harga.
d.   masyarakat akan cenderung untuk menyimpan barang daripada menyimpan uang. Nilai mata uang turun, karena adanya kenaikan harga barang
e.    Menimbulkan masalah dalam keadaan di masa depan yaitu apabila inflasi terus menerus secara berkelanjutan, maka perekonomian negara akan semakin buruk dan jatuh
f.     Menimbulkan masalah dalam neraca pembayaran yang mana akan berdampak pada neraca pembayaran suatu negara
g.    Menimbulkan tindakan spekulasi.
h.    Banyak proyek pembangunan yang akan macet atau terlantar disebabkan harga yang naik, meskipun uang beredar banyak, namun jika suatu proyek tidak akan mampu untuk mengatasinya.
i.      Inflasi dapat mengubah pendapatan masyarakat. Perubahan dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Yang dapat perekonomian adalah inflasi yang merugikan.
j.      Pada keadaan Inflasi, daya saing untuk barang ekspor berkurang. Berkurangnya daya saing terjadi karena harga barang ekspor makin mahal. Masih dapat menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami kerugian karena daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang. Devisa yang diperoleh juga semakin kecil.
Jadi, itulah beberapa hal yang menyebabkan bahwa inflasi dapat merusak pilar-pilar perekonomian. Perekonomian yang baik adalah perekonomian yang stabil antara produksi dan uang yang beredar dimasyarakat.
4.      Tujuan dari kebijakan moneter yaitu
a.    Menyelenggarakan dan mengatur peredaran uang sehingga dengan adanya peredaran uang yang teratur dimasyarakat maka perekonomian akan stabil dan baik. Apabila perekonomian sudah stabil dan baik, maka masyarakat pun akan nyaman berada pada negara tersebut
b.    Menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang rupiah, baik untuk dalam negeri maupun untuk lalu lintas pembayaran luar negeri. Kestabilan nilai rupiah ini sangat penting untuk dijaga, terutama pihak pemerintah atau Bank Indonesia, yang mana disitulah titik central dan memiliki wewenang atas nilai rupiah. Nilai rupiah dipertahankan agar tidak turun. Yang akan menyebabkan pendapatan dari lintas pembayaran luar negeri juga tidak mengalami kemerosotan
c.    Memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas pembayaran uang giral. Yang mana uang giral merupakan uang kertas dan logam yang dikeluarkan bank Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah
d.   Mencegah terjadinya inflasi (kenaikan harga barang secara umum). Apabila inflasi maupun deflasi tidak terjadi maka perekonomian akan stabil. Perekonomian masyarakat pun akan membaik.

Adapun instrumen-instrumen dalam kebijakan moneter untuk mencapai tujuan tersebut adalah yaitu:
a.       Politik diskonto (Politik uang ketat atau politik memainkan suku bunga): bank menaikkan atau menurunkan suku bunga (sesuai dengan keadaan) sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi (kalau inflasi) atau ditambah (kalau deflasi).
b.      Politik pasar terbuka yaitu bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah
c.       Peningkatan cash ratio yaitu menaikkan atau menurunkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang atau bertambah. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar. (sesuai keadaan inflasi atau deflasi).

Berdasarkan tiga instrumen-instrumen kebijakan moneter diatas, yang sering dilakukan oleh Bank Sentral jika dilihat dari data-data, berita, dan sumber informasi lainnya adalah politik diskonto, dimana bank sentral menaikkan atau menurunkan suku bunga (tergantung situasi) terbukti dengan banyaknya berita dan kasus terkait kenaikan atau penurunan suku bunga. Dan politik diskonto ini bila dilihat dari segi proses dan kebiasaan adalah hal yang mudah dilakukan oleh bank. Bank sentral hanya perlu memerintahkan kepada bank umum tentang kenaikan dan penurunan suku bunga, dan itupun sudah mempertimbangkan perekonomian masyarakat disaat itu.
Dan yang jarang dilakukan oleh bank sentral adalah politik cadangan kas, disebabkan untuk mengatur cadangan kas bank Indonesia dan bank umum memerlukan rapat pemerintah yang mana keputusan tidak akan bisa diambil secara cepat. Dan rata-rata kas pada bank-bank umum dikendalikan oleh bank sentral.

5.      Kronologis krisis moneter di Indonesia
Krisis pertama yang dialami Indonesia masa orde baru adalah kondisi ekonomi yang sangat parah warisan orde lama. Sebagian besar produksi terhenti dan laju pertumbuhan ekonomi selama periode 1962-1966 kurang dari 2% yang mengakibatkan penurunan pendapatan per kapita .Akibatnya terjadi kegiatan spekulatif dan pelarian modal ke luar negeri. Hal ini memperburuk perekonomian Indonesia pada masa itu (Siregar,1987).
Krisis kedua adalah laju inflasi yang tinggi pada tahun 1970-an. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah uang yang beredar dan krisis pangan akhir tahun 1972. Laju inflasi memuncak hingga 41% tahun 1974 (Hill,1974). Selain itu terjadi devaluasi rupiah sebesar 50% pada November 1978.
Masalah-masalah tersebut terus berlangsung hingga terjadi krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997 (Tambunan,1998). Adapun penyebab krisis ekonomi tahun 1997-1998 yaitu:
Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia tahun 1997-1998 :
a.    Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut.
Pemerintah selama ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola hutang pemerintah (atau hutang publik lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam batas-batas yang dapat tertangani (manageable). Akan tetapi untuk hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia, pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar-benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Hal ini mirip dengan yang terjadi di negara-negara lain di Asia yang dilanda krisis. Dalam banyak hal, boleh dikatakan bahwa negara telah menjadi korban dari keberhasilannya sendiri. Mengapa demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka. Daya tarik dari “dynamic economies’” ini telah menyebabkan net capital inflows atau arus modal masuk (yang meliputi hutang jangka panjang, penanaman modal asing, dan equity purchases) ke wilayah Asia Pasifik meningkat dari US$25 milyar pada tahun 1990 menjadi lebih dari US$110 milyar pada tahun 1996 (Greenspan 1997). Sayangnya, banyaknya modal yang masuk tersebut tidak cukup dimanfaatkan untuk sektor-sektor yang produktif, seperti pertanian atau industri, tetapi justru masuk ke pembiayaan konsumsi, pasar modal, dan khusus bagi Indonesia dan Thailand, ke sektor perumahan (real estate). Di sektor-sektor ini memang terjadi ledakan (boom) karena sebagian dipengaruhi oleh arus modal masuk tadi, tetapi sebaliknya kinerja ekspor yang selama ini menjadi andalan ekonominasional justru mengalami perlambatan, akibat apresiasi nilai tukar yang terjadi, antara lain, karena derasnya arus modal yang masuk itu. Selain itu, hutang swasta tersebut banyak yang tidak dilandasi oleh kelayakan ekonomi, tetapi lebih mengandalkan koneksi politik, dan seakan didukung oleh persepsi bahwa negara akan ikut menanggung biaya apabila kelak terjadi kegagalan. Lembaga keuangan membuat pinjaman atas dasar perhitungan aset yang telah “digelembungkan” yang pada gilirannya mendorong lagi terjadinya apresiasi lebih lanjut (Kelly and Olds 1999). Ini adalah akibat dari sistem yang sering disebut sebagai “crony capitalism”. Moral hazard dan penggelembungan aset tersebut, seperti dijelaskan oleh Krugman (1998), adalah suatu strategi “kalau untung aku yang ambil, kalau rugi bukan aku yang tanggung (heads I win tails somebody else loses)”. Di tengah pusaran (virtous circle) yang semakin hari makin membesar ini, lembaga keuangan meminjam US dollar, tetapi menyalurkan pinjamannya dalam kurs lokal (Radelet and Sachs 1998). Yang ikut memperburuk keadaan adalah batas waktu pinjaman (maturity) hutang swasta tersebut rata-rata makin pendek. Pada saat krisis terjadi, rata-rata batas waktu pinjaman sektor swasta adalah 18 bulan, dan menjelang Desember 1997 jumlah hutang yang harus dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun adalah sebesar US$20,7 milyar (World Bank 1998).
b.      Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri. Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerinth tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan.Yang lebih parah, hampir tidak ada penegakan hukum terhadap bank-bank yang melanggar ketentuan, khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri, konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu, dan pelanggaran kriteria layak kredit. Pada waktu yang bersamaan banyak sekali bank yang sesunguhnya tidak bermodal cukup (undercapitalized) atau kekurangan modal, tetapi tetap dibiarkan beroperasi. Semua ini berarti, ketika nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem perbankan tidak mampu menempatkan dirinya sebagai “peredam kerusakan”, tetapi justru menjadi korban langsung akibat neracanya yang tidak sehat.
c.       Sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula. Hill (1999) menulis bahwa banyaknya pihak yang memiliki vested interest dengan intrik-intrik politiknya yang menyebar ke mana-mana telah menghambat atau menghalangi gerak pemerintah, untuk mengambil tindakan tegas di tengah krisis.Jauh sebelum krisis terjadi, investor asing dan pelaku bisnis yang bergerak di Indonesia selalu mengeluhkan kurangnya transparansi, dan lemahnya perlindungan maupun kepastian hukum. Persoalan ini sering dikaitkan dengan tingginya “biaya siluman” yang harus dikeluarkan bila orang melakukan kegiatan bisnis di sini. Anehnya, selama Indonesia menikmati economic boom persepsi negatif tersebut tidak terlalu menghambat ekonomi Indonesia.Akan tetapi begitu krisis menghantam, maka segala kelemahan itu muncul menjadi penghalang bagi pemerintah untuk mampu mengendalikan krisis. Masalah ini pulalah yang mengurangi kemampuan kelembagaan pemerintah untuk bertindak cepat, adil, dan efektif. Akhirnya semua itu berkembang menjadi “krisis kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.
d.      Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri. Faktor ini merupakan hal yang paling sulit diatasi. Kegagalan dalam mengembalikan stabilitas sosial-politik telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan. Meskipun persoalan perbankan dan hutang swasta menjadi penyebab dari krisis ekonomi, namun, kedua faktor yang disebut terakhir di atas adalah penyebab lambatnya pemulihan krisis di Indonesia. Pemulihan ekonomi musykil, bahkan tidak mungkin dicapai, tanpa pulihnya kepercayaan pasar, dan kepercayaan pasar tidak mungkin pulih tanpa stabilitas politik dan adanya permerintahan yang terpercaya (credible).
Salah satu kelemahan Indonesia saat terjadinya krisis 1997/1998 adalah tidak adanya transparansi pengelolaan keuangan. Kala itu, tidak ada yang mengetahui berapa besaran utang pemerintah maupun swasta. Demikianlah yang diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (6/9/2013)
“Di tahun 97/98 itu belum ada Undang-Undang (UU) keuangan negara dan UU perbendaharaan negara, ditahun 97/98 itu kita nggak tahu besarannya utang swasta. Itu kita nggak tahu utang pemerintah itu sebetulnya berapa,” ungkap Agus. Saat utang tidak diketahui, tentunya berbahaya buat perekonomian. Sebab ketika utang jatuh tempo di waktu yang sama, maka dimungkinkan mengganggu ketersediaan dolar didalam negeri. Sehingga berujung pada pelemahan rupiah. Berbeda dengan sekarang, Agus menyatakan kondisi utang swasta dan pemerintah yang transparan. Ini dapat membentu kepercayaan pasar terkait bagaimana pengelolaan keuangan di Indonesia. “Sekarang itu semuanya ada, utangnya pemerintah pusat berapa, utangnya pemda berapa, utangnya BUMN berapa, majority profile-nya seperti apa, currency-nya seperti apa kita tahu. Jadi yang ingin saya sampaikan ini adalah masalah kepercayaan,” pungkasnya.
Adapun contoh dampak krisis terhadap sosial masyarakat, salah satunya meningkatnya angka pengangguran. “Jutaan penduduk telah kehilangan pekerjaan pada awal berlangsungnya krisis ekonomi.  Antara bulan Agustus 1997 hingga Agustus 1998, jumlah penganggur yang kehilangan pekerjaan akibat krisis (pemutusan hubungan kerja/PHK, usaha terhenti atau masalah lain yang berhubungan dengan krisis), yaitu sebanyak 4,2 juta orang (BPS, Sakernas 1998). Tetapi data yang tercatat di Depnaker pada tahun 1998 adalah 7,3 juta. ILO dan UNDP (1998) memperkirakan terdapat sebanyak 5,41 juta penganggur karena dampak krisis, mencakup korban PHK dan penganggur lain yang tidak bisa bekerja lagi karena usaha atau tempat kerjanya terkena imbas krisis”. (Romdiati, Haning.2000)

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah krisis ekonomi pada waktu itu adalah sebagai berikut:
a.       Pemerintah menyusun strategi dengan mengeluarkan beberapa kebijakan untuk permasalahan yang kiranya harus segera mendapat penanganan agar tidak menimbulkan dampak yang seamakin parah. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terutama adalah penyelesaian masalah inflasi dan pengangguran guna menstabilkan keadaan perekonomian negara. “Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollarAS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistim managed  floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978”.( Tarmidi. Lepi.T.1998)
b.      Untuk mengatasi inflasi tersebut, kebijakaan pemerintah yang utama dilakukan saat itu adalah menstabilkaan perekonomian dengan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya terhadap dolar Amerika. (Kartasasmita, Ginandjar.1998. dan Adwin S.Atmadjaya dalam jurnal akuntansi dan keuangan tahun 1999.)
c.       Selain kebijakan memperkuat nilai tukar rupiah, untuk menekan laju inflasi pemerintah memanfatkan suku bunga dengan harapan jumlah uang yang beredar di masyarakat bisa segera dikendalian. “Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi money suplly”. ( Adwin S. Atmadja.1999 )
d.      Adapun setelah tahun 1998 pemerintah mengambil kebijakan moneter  yang diarahkan padapenciptaan stabilitas harga dengan target base money (inflation targeting lite). (Prijambodho, Bambang.2006)
e.       Sedangkan untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh krisis  di bidang sosial masyarakat khususnya penganguran, pemerintah memberikan perhatian yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan dampak dari banyaknya pengangguran dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga beberapa tahun kedepan.“untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok pendudukberpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi programpenyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat pelayananpendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan pengangguran dalam upaya mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah”(Kartasasmita,Ginandjar.1998)
f.       Banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk merespon adanya pengangguran tersebut. “Kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang pekerjaan sebelumnya bagi penganggur korban krisis telah direspons dengan berbagai cara, baik oleh individu penganggur maupun masyarakat. Upaya-upaya yang dilakukan pada umumnya mengarah pada pemanfaatan potensi wilayah dan akses peluang kerja yang ada di sekitar lokasi kajian, tetapi strategi yang dilakukan tampak jelas berbeda antara penganggur berpendidikan tinggi dan yang kurang berpendidikan”.( Romdiati, Haning.2000 )

6.      Fungsi mata uang
Uang selain sebagai alat pembayaran yang sah, uang juga memiliki fungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang. Selain hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan. Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial. Dan terakhir uang adalah Sebagai alat penimbun kekayaan mengapa hal ini bisa menjadi salah satu fungsi asli uang. Ketika kita berbicara tentang uang pasti hal tersebut berhubungan dengan kekayaan, orang yang memiliki banyak uang mereka disebut dengan orang kaya, sedangkan di sisi lain orang yang tidak memiliki uang dianggap kurang mampu atau miskin. Banyak individu aatau perusahaan yang berlomba-lomba untuk mendapatkan uang banyak dari usahanya yang bisa kita sebut dengan laba melimpah. Bagi individu mereka menyimpan uang penghasilan mereka dengan dua cara yakni cara non formal dan formal, non formal mereka menyimpan dan menimbun hartanya di rumah sedangkan untuk formal mereka menyimpannya di Bank. Sedangkan untuk perusahaan mereka lebih sering menimbun uang melalui simpanan di Bank atau berupa saham yang dipinjamkan kepada pihak lain.
Mata uang Euro hanya berlaku Ekonomi Eropa saja karena beberapa hal yaitu:
a.       Eropa, Contoh Kemajuan Sebuah Benua  
Ditinjau dari sejarahnya, Benua Eropa dapat dikatakan sebagai benua yang paling maju dalam berbagai segi kehidupan. Betapa tidak, mengingat para pelaut berkebangsaan Eropa, terutama Portugis dan Spanyol, merintis penjelajahan dan ekspedisi ke wilayah bagian dunia yang lain pada abad ke-15. Pantas rasanya jika rakyat Eropa berbangga hati atas pencapaian-pencapaian di masa lampau tersebut. Pencapaian-pencapaian tersebut jelas mengindikasikan betapa maju dan hebatnya orang-orang Eropa, baik dari segi peradaban, ide/gagasan, sampai berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga tidak salah jika beberapa negara yang tergabung dalam benua Eropa membuat mata tersendiri untuk organisasinya.
b.      Kemajuan ekonomi di Eropa sangat pesat adanya dalam kurang lebih setengah abad terakhir ini. Menjadikan Eropa sebagai salah satu kekuatan dunia yang mampu dan layak mengimbangi hegemoni unipolar AS yang terbentuk pada masa pasca Perang Dingin. Apalagi sejak negara-negara di benua tersebut sepakat membentuk kerjasama diantara mereka yang dinamakan dengan Uni Eropa. Dan tidak heran jika mereka mampu menciptakan mata tersendiri bagi benuanya.
c.       Uni Eropa tersebut adalah untuk memudahkan kerjasama ekonomi dan peningkatan kemakmuran bagi para anggotanya. Uni Eropa telah banyak berkembang sejak awal berdirinya, mulai dengan menciptakan pasar bersama antara negara-negara Eropa, sampai akhirnya berujung pada penyatuan mata uang bersama (single currency) sebagai suatu langkah dalam mewujudkan integrasi ekonomi di Eropa. Lewat pertemuan komisi Eropa  di Brussel pada tanggal 26 Maret 1998, terciptalah sebuah kesepakatan mengenai mata uang bersama, Euro, yang disahkan pada KTT Uni Eropa pada 2 Mei di tahun yang sama. Dalam KTT tersebut, Economic & Monetary Union (EMU) selaku badan yang bertanggung jawab atas penyatuan moneter di Eropa menyatakan bahwa Euro mulai diberlakukan sejak 1 Januari 1999.
Akan tetapi rupanya tidak semua negara Uni Eropa yang menyatakan setuju terhadap penyatuan mata uang ini. Negara tersebut adalah Inggris, Swedia, dan Finlandia yang secara tegas dan terang-terangan menolak Euro, walaupun sebenarnya ketiga negara itu memenuhi syarat sebagai negara pengadopsi mata uang tersebut. Adapun syarat sebuah negara untuk mengadopsi mata uang Euro antara lain: suku bunga tidak lebih tinggi 2% dari tiga negara terbaik dan inflasi yang tidak boleh lebih tinggi 1,5% dari tiga negara terbaik. Penolakan tiga negara yang secara ekonomi sudah maju tersebut tidak dinyana lagi menimbulkan berbagai pertanyaan. Alasan utama mereka sebenarnya terletak pada alasan voluntaristik, di mana mereka tidak mau melepas mata uang asli yang telah mereka gunakan sejak dulu. Namun diantara ketiga negara itu, Inggris dapat dikatakan sebagai negara yang paling berpolemik kondisi domestiknya dalam menyatakan persetujuan atas Euro. Identitas dan kekuatan budaya aslila yang menjadi penyebab Inggris, Swedia, dan Finladia tidak memakai Euro, namun mereka menyetujui Euro sebagai mata uang Eropa secara global.

Sebab Dolar dijadikan mata uang global karena beberapa sebab sebagai berikut:
a.       sejarah membawa dollar menjadi mata uang internasional.
Dimulai dari perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia 2 yang efeknya masih terasa hingga sekarang perjanjian untuk menggunakan emas sebagai standar global nilai mata uang. Pada saat itu keadaan ekonomi negara-negara dunia, kecuali Amerika Serikat, hancur karena perang. Ini menyebabkan mereka bergantung pada pinjaman yang diberikan oleh Amerika. Pinjaman ini diberikan dalam bentuk Dollar Amerika. Sebagai jaminan, Amerika menerima emas yang dimiliki negara-negara ini. Hasilnya, Amerika otomatis menguasai seluruh emas di dunia dan jadinya hanya Dollar Amerika yang nilainya disokong oleh emas. Secara praktis, ini berarti Dollar Amerika telah menggantikan emas sebagai sumber likuiditas perekonomian dunia dan menjadi basis sistem keuangan dunia. Implikasinya, setiap negara membangun cadangan devisa dalam bentuk Dollar Amerika cadangan Dollar diperlukan agar mata uang negara yang bersangkutan dapat ditukarkan dengan Dollar atau emas. Pada saat ini lah mata uang Amerika itu menjadi mata uang internasional.
b.      Resiko menjadi mata uang internasional
Tidak selalu menjadi mata uang internasional itu memberikan efek positif pada negara yang memiliki mata uang itu, dalam hal ini negara Amerika dengan Dollarnya. Banyak efek negatif yang dapat melanda Amerika saat mata uangnya menjadi mata uang internasional. Beberapa efek negatif menjadi mata uang internasional antara lain:
1)      Negara itu harus me-maintain trust, yang menyebabkan negara itu memiliki tugas yang berat untuk dunia.
2)      Apabila negara pemilik mata uang internasional tidak dapat me-maintain trust, maka dapat menyebabkan mata uang itu drop secara tiba-tiba
3)      Akan lebih sulit dalam mengontrol likuiditasnya
c.       Tidak semua mata uang yang kuat dapat menjadi mata uang internasional
Untuk menjadi mata uang internasional dibutuhkan pemilik yang kuat, dalam hal ini negara yang kuat. Menjadi mata uang yang kuat bukan berarti mampu untuk menjadi mata uang internasional. Ini disebabkan karena negara yang memiliki mata uang itu belum tentu memiliki kestabilan ekonomi dan politik yang baik. Padahal untuk menjadi mata uang internasional, dibutuhkan negara dengan keadaan ekonomi maupun politik yang stabil, karena sebagai mata uang internasional dibutuhkan kepercayaan dari dunia agar dunia menggunakannya.
Sebagai contohnya mata uang dari negara Iraq, yaitu Dinar. Walaupun saat ini Dinar sebagai salah satu mata uang yang terkuat, namun keadaan Iraq tidak stabil, karena perang, konflik dalam negeri, maupun perekonomiannya. Hal ini menyebabkan dunia tidak ingin mempercayakan mata uangnya kepada Dinar Iraq sebab walaupun mata uang itu terkuat, namun belum tentu dalam jangka panjang akan stabil. Tidak stabil bisa terjadi karena perang yang makin menjadi-jadi atau konflik dalam negeri yang pada akhirnya dapat menyebabkan negara itu jatuh miskin lalu mata uangnya turun menjadi mata uang terlemah. Padahal menukarkan mata uang lalu menyimpannya adalah kegiatan jangka panjang, sehingga dibutuhkan kepercayaan yang besar dari dunia. Inilah sebab Dollar Amerika menjadi mata uang yang dipercayai dunia karena kondisi negaranya yang dapat diprediksi akan stabil dalam jangka panjang.
d.      Jika kita melihat kurs mata uang, entah di internet, surat kabar atau di manapun, bisa kita lihat hampir semua mata uang di-versus-kan ke mata uang dollar Amerika Serikat. Dan pengalaman beberapa orang. Ketika seseorang mau membeli barang milik orang Thailand. Dalam tawar menawar, orang Thailand mengkonversikan harganya ke mata uang US Dollar. Dia tidak mau menerima rupaih. Dia lebih percaya dollar.

Perbedaan dasar berlaku mata uang Dollar untuk Internasional dengan mata Uang Euro yang hanya untuk beberapa negara Eropa yaitu:
a.       Mata uang Dollar yang memang sudah sejak lama banyak digunakan untuk transaksi antarnegara. Sedangkan Euro merupakan mata uang termuda yang bisa melingkup beberapa negara, itu negara yang berada pada benua Eropa itu sendiri.
b.      Untuk menjadi mata uang Internasioanal dibutuhkan negara yang kuat seperti AS, bukan berarti negara-negara Eropa tidak kuat, hanya saja kemajuan itu terlebih dulu di pegang oleh AS
c.       Masyarakat dunia terlebih dahulu telah memberikan kepercayaan kepada Dollar dibandingkan Euro sebagai mata uang dunia
d.      Beberapa negara yang termasuk dalam benua Eropa tidak tergabung dengan mata uang Euro, bagaimana mungkin untuk menjadi mata uang dunia. Tapi, tidak tertutup kemungkinan untuk hal kedepannya.
e.      Satuan nilai mata uang antara Dollar dan Euro tidaklah sama.
f.       Di Forex Trading, Euro diperdagangkan terhadap dolar AS (EUR/USD) dan menjadi pasangan mata uang paling populer dan merupakan pairs dengan spread terendah. Selain itu dolar AS (USD) merupakan mata uang global paling aktif diperdagangkan, sedangkan volume Euro (EUR) merupakan setengah dari volume USD, sehingga pair ini memiliki pergerakan sangat aktif setiap waktunya.
g.      Meskipun euro telah mampu perkasa dan memiliki kekuatan lebih dari mata uang lainnya sebelum krisis yang terjadi pada 2008, namun sebenarnya ada rahasia kelemahan dari mata uang ini. Para negara anggota yang tidak mempunyai ekonomi kuat dan memaksakan diri untuk bergabung dengan Uni Eropa ibarat seperti bom waktu yang meninggalkan goresan berupa krisis utang yang membebani negara lain. Negara-negara lain harus membayar subsidi yang nantinya akan berguna memberikan talangan kepada negara yang bermasalah utang tentu menjadi ketidakadilan bagi para anggotanya
h.      Sebelum dikenalkan ke publik, para anggota Uni Eropa pernah berharap banyak jika Euro mampu menggantikan dolar As sebagai mata uang utama global. Namun harapan tersebut seperti masih jauh dari kenyataan, mengingat organisasi dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut mengalami kemunduran dan ketidakpastian, dipicu dari krisis hutang hingga ketidakpuasan dari negara-negara dengan ekonomi kuat
i.        Walaupun terlihat sempurna, namun kebijakan bank sentral terkadang tidak seimbang dan cocok digunakan di beberapa negara anggota. Sudah banyak yang negara anggota yang berpikir untuk keluar dari Uni Eropa. Pada beberapa waktu lalu (Juni 2016), Inggris telah resmi menyatakan keluar dari Uni Eropa (Brexit). Referendum tersebut diadakan karena Inggris menganggap tidak mempunyai hak suara di Uni Eropa sejak tahun 1975. Selain itu tingkat imigrasi yang tinggi dan menyerahkan Inggris untuk mengontrol perkembangan usahanya sendiri dalam segala aspek menjadi salah satu faktor utama bagi Inggris untuk keluar dari Uni Eropa.
Itulah beberapa alasan, hingga saat ini Euro belum bisa dijadikan mata uang global. Dan dilihat dari perekonomian suatu negara dengan negara lainnya yang tidak sama. Hingga sekarang ini Dollar masih tetap menjadi mata Uang Global atau Internasional.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ekonomi Moneter

YENI NOVIA 11416203174 TUGAS UAS EKONOMI MONETER 1.       Perbedaan Cost push inflation dan Demand pull inflation dan keteranga...